Adab Di Dalam Masjid
ADAB DI DALAM MASJID
- Keutamaan membangun masjid adalah Allah akan membangun sebuah rumah di surga bagi orang yang membangun masjid.
- Para ulama mengatakan tentang batasan masjid, yaitu tempat yang ada di dalam tembok masjid dan pintu mesjid bagian dalam adalah masjid.
- Dikatakan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatakan:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ ِللهِ فَلاَ تَدْعُوْا مَعَ اللهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.[1]
Maka tidak boleh menisbatkan masjid kepada seseorang mahluk dengan nisbat kepemilikan dan kekhususan, adapun penisbatan masjid dengan nama agar dikenal, maka hal itu tidak apa-apa dan tidak termasuk dalam larangan tersebut; Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menisbatkan mesjidnya kepada dirinya, seperti yang diterangkan di dalam sebuah sabdanya: مَسْجِدِي هذَا (masjidku ini), begitu juga beliau menisbatkan masjid quba’ kepadanya, yaitu quba’, dan masjid baitul maqdis dinisbatkan kepada Iliya’, apa yang telah disebutkan adalah penisbatan nama mesjid kepada selain Allah agar mudah dikenal, semua ini tidak termasuk di dalam larangan di atas.[2]
- Orang yang makan bawang putih dan merah harus menjauhi mesjid, berdasarkan hadits Jabir radhiallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ
Barangsiapa yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita” Atau bersabda “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di rumahnya”.[3]
- Dikiaskan kepada bawang merah atau bawang putih segala sesuatu yang berbau busuk yang bisa menyakiti orang yang shalat, namun jika seseorang memakai sesuatu yang bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya seperti memakai pasta gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu untuk menghadiri mesjid.
- Dianjurkan agar segera bergegas menuju masjid, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْمُقَدِّمِ لَكَانَتْ قُرْعَة لِوْ تَعْلَمُوْنَ أَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فيِ الصَّفِ
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan shaf pertama, niscaya akan diadakan undian untuk mendapatkannya”.[4]
- Dianjurkan berjalan menuju shalat dengan khusyu’, tenang dan tentram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abi Qotadah radhiallahu anhu berkata: Pada saat kami sedang shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan:
مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
“Apa yang terjadi pada kalian?”. Mereka menjawab: “Kami tergesa-gesa menuju shalat”. Rasulullah menegur mereka: “Janganlah kalian lakukan, apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rekaat yang kalian dapatkan shalatlah padanya!, dan rekaat yang terlewat sempurnakanlah !”.[5]
- Saat berjalan menuju shalat hendaklah berdo’a dengan mengucapkan:
اَللّهُمَّ اجْعَلْ فيِ قَلْبِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي لِسَانِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُوْرًا وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُوْرًا وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا وَأَمَامِي نُوْرًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِي نُوْرًا اَللّهُمَّ وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا
“Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan jadikanlah di dalam lisanku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah di sebelah belakangku cahaya dan di hadapanku cahaya, dan jadikanlah di atasku cahaya dan di bawahku cahaya. Ya Allah, agungkanlah cahayaku!”.[6]
- Memasuki masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan berdo’a dengan mengucapkan
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أََبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah bukakanlah pintu rahmatmu bagiku”.
- Mendahulukan kaki kiri saat keluar dari mesjid dan berdo’a dengan mengucapkan:
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah limpahkanlah karuniaMu kepadaku”.
- Menunaikan shalat tahiyatul masjid saat memasuki sebuah mesjid. Berdasarkan hadits riwayat Abi Qotadah Al-Sulami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُم ُالْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يَجْلِسَ
“Apabila salah seorang di antara kalian memasuki masjid maka hendaklah dia shalat dua rekakat sebelum duduk”.[7]
Dan di antara kesalahan yang sering terjadi adalah ditinggalkannya shalat tahiyyatul masjid hanya karena waktu tersebut adalah waktu dilarang mengerjakan shalat sunnah.
- Terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk-duduk di masjid untuk menunggu shalat, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فَِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Apabila seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdo’a kepada salah seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka mengatakan: “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.[8]
- Terdapat larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepantingan dunia semata. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ تُجَاِلسُوْهُمْ
“Akan datang suatu masa kepada sekelompok orang, di mana mereka melingkar di dalam mesjid untuk berkumpul dan mereka tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka”.[9]
- Disunnahkan untuk menjaga masjid dari kegaduhan dan memperbanyak pembicaraan yang sia-sia serta mengangkat suara dengan sesuatu yang dibenci.[10]
- Dibolehkan berbaring di mesjid. Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu bahwa dia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di mesjid sambil meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lainnya.
- Dibolehkan menjulurkan kaki ke arah kiblat,[11] dan menghindari untuk mejulurkan kaki ke arah mushaf demi meghormati kalam Allah dan untuk mengagungkannya.
- Diperbolehkan tidur di mesjid, seperti yang dilakukan oleh Ahlis Shuffah di mana mereka tidur di mesjid[12], dan apabila bermimpi sampai keluar mani maka dia harus segera keluar mesjid untuk mandi janabah[13]dan Ibnu Umar pada masa dirinya masih muda dan membujang tanpa keluarga, dia tidur di masjid di masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[14]
- Larangan berjual beli di mesjid berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوْا لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكُمْ
“Jika kalian melihat orang yang berjual beli di mesjid maka ucapkanlah: Semoga Allah tidak memberikan laba bagi jual belimu”.[15]
Dan di antara kesalahan yang sering terjadi adalah menaruh iklan jual beli di dalam mesjid.
- Dilarang mengumumkan barang yang hilang di mesjid, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ سَمِعَ رَجُلاً يُنْشِدُ فِي الْمَسْجِدْ فَلْيَقُلْ: لاَ رَدَّهَا اللهُ عَلَيْكَ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهذَا
“Barangsiapa mendengar seseorang yang mengumumkan barangnya yang hilang di mesjid maka katakanlah kepadanya: Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu karena sesungguhnya mesjid itu tidak dibangun untuk kepentingan ini”.[16]
- Boleh mengangkat suara di dalam mesjid untuk kepentingan ilmu dan kebaikan adapun mengangkat suara untuk membuat suasana menjadi gaduh atau yang lainnya tidak diperbolehkan…
- Dibolehkan meminta-minta jika dibutuhkan.
- Dilarang memasukkan antara jari-jari saat keluar menuju mesjid sebelum melaksanakan shalat, diriwayatkan dari Ka’ab bin Ajroh Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَـوَضَّأ أَحَـدُكُمْ فَأَحْسَـنَ وُضُوْءَهُ ثُمَّ خَـرَجَ عَامِدًا إِلىَ اْلمَسْجِدِ فَلاَ يَشْـبِكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فَي صَلاَةٍ
“Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu’ dan menyempurnakan wudhu’nya kemudian dia keluar menuju shalat secara sengaja maka janganlah dia memasukkan antara jari-jarinya sebab dia sedang berada dalam kondisi shalat”.[17]
Dan boleh memasukkan jari-jari tangan sesudah melaksanakan shalat.
- Boleh makan dan minum di mesjid, berdasarkan hadits Abdullah bin Al-Harits bin Juz’u Al-Zubaidi, dia menceritakan bahwa kami makan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam roti dan daging di dalam mesjid.[18]
- Boleh menyenandungkan puisi yang diperbolehkan di dalam mesjid, sesungguhnya Hassan bin Tsabit radhiallahu anhu menyenandungkan puisi di mesjid di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[19]
- Boleh main tombak atau sejenisnya di mesjid, dari Aisyah radhiallahu anha berkata: “Suatu hari aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di pintu kamarku sementara orang-orang Habsy bermain-main di mesjid dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutupi aku dengan selendangnya saat aku menyaksikan permainan mereka”.[20]
- Dilarang keluar dari mesjid setelah dikumandangkannya adzan kecuali karena udzur, berdasarkan hadits riwayat Abi Sya’tsa’ bahwa dia berkata: “Kami sedang duduk-duduk dengan Abu Hurairah radhiallahu anhu di dalam mesjid lalu seorang mu’adzin mengumandangkan adzan lalu seorang lelaki bangkit keluar dari mesjid, maka Abu Hurairah radhiallahu anhu mengatakan: “Adapun orang ini maka ia telah menyalahi tuntunan Abul Qosim Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.[21]
- Di antara kesalahan yang terjadi di mesjid adalah menghiasi mesjid dan memahatnya, berdasarkan hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila kalian telah memperindah mesjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka kehancuran telah menimpa kalian”.[22]
Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي اْلمَسَاجِدِ
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah) mesjid”.[23] [24][25].
- Di antara kesalahan yang sering terjadi adalah shalat di atas hamparan yang diperindah.
- Di antara kesalahan yang juga sering terjadi adalah menjadikan mesjid sebagai jalanan untuk lewat, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَتَّخِذُوْا اْلمَسَاجِدَ طُرُقًا إِلاَّ لِذِكْرٍ اَوْ صَلاَةٍ
“Janganlah engkau menjadikan mesjid sebagai jalan untuk lewat kecuali untuk berdzikir dan menunaikan shalat”.[26]
- Di antara kesalahan yang terjadi adalah menjadikan suara jam (di dalam mesjid) seperti suara lonceng yang selalu berbunyi secara teratur seperti bunyi lonceng orang-orang Nashrani.
- Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.
- Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah melarang orang-orang yang melingkar dalam berkumpul untuk membuat kelompok di dalam masjid karena mereka juga akan keluar dari masjid dengan berkelompok-kelompok mereka masing-masing. Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki masjid pada saat adanya kelompok-kelompok sedang berkumpul di dalam mesjid. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammenegur mereka: “Kenapa saya melihat kalian berkelompok-kelompok?”.[27]
- Di antara pelanggaran yang sering terjadi meludah di mesjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan sabda:
اَْلبُزَاقُ فِي اْلمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَـفَّارَتُـهَا َدفـْنُهَا
“Meludah di mesjid adalah kesalahan dan penghapusnya adalah dengan cara menimbunnya”.[28]
- Termasuk sunnah shalat dengan memakai sandal di mesjid. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan memakai kedua sandalnya?. Dia menjawab: “Ya”.[29] Dan apabila seseorang memasuki mesjid lalu melepas kedua sandalnya dan tidak shalat dengan memakai keduanya maka hendaklah dia menjadikannya di sebelah kirinya jika dia sendiri di dalam shaf, namun jika dirinya bersama jama’ah lain dalam shalat berjama’ah maka hendaklah dia meletakkannya di antara kedua kakinya berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَضَعْ نَعْلَيْهِ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلاَ يَضَعْهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَتَكُوْنَ عَنْ يَمِيْنِ غَيْرِهِ إِلاَّ أَلاَّ يَكُوْنَ عَنْ يَسَارِهِ أَحَدٌ وَلْيَضَعْهُمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka janganlah dia meletakkan sandalnya di sebelah kanannya dan jangan pula disebelah kirinya sehingga bertempat di sebelah kanan jama’ah yang lainnya kecuali jika tidak ada seorangpun di sebelah kirinya. Hendaklah dia meletakannya di antara kedua kakinya”.[30][31].
- Tidak lewat di hadapan orang yang sedang shalat, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَـوْيَعْلَمُ اْلمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ اْلمُصَليِّ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِـفَ أَرْبَعِيْنَ خَيْرًا لًهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya seorang yang lewat di hadapan orang yang sedang shalat mengetahui besar akibat yang harus ditanggunganya, niscaya berhenti selama empat puluh lebih baik baginya dari pada berjalan di hadapannya”.[32]. Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk menjadikan sutrah (pembatas) bagi dirinya, berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلىَ سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka hendaklah melaksanakannya di hadapan sutroh dan mendekatlah dengannya”.[33]
- Membersihkan mesjid adalah perbuatan yang utama, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap berludah di mesjid sebagai kesalahan dan penebus dosanya adalah menimbunnya[34], dan hadits yang menerangkan bahwa mahar bidadari adalah membersihkan mesjid adalah hadits yang lemah.
- Tidak boleh bagi orang kafir memasuki salah satu al-haromaini sekalipun dengan idzin seorang muslim, dan diperbolehkan bagi Al-Zimmi (Orang kafir yang terikat perjanjian dengan orang muslim) jika orang tersebut diupah untuk membangun keduanya selama tidak ada orang muslim yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut.
- Ibnu Muflih rahimahullah berkata: Dan para guru kami berkata: Tidak mengapa dengan apa yang terjadi pada zaman kita, yaitu menutup mesjid di luar waktu-waktu shalat, karena khawatir akan terjadinya pencurian terhadap barang-barang milik mesjid.[35]
- Sesungguhnya mesjid-mesjid yang terdapat di dalam rumah (ruang-ruang yang dipergunakan untuk shalat) tidak berlaku padanya hukum mesjid, menurut jumhur ulama oleh karenanya tidak mencegah orang yang junub dan wanita haid untuk masuk di dalamnya.[36]
BEBERAPA ADAB YANG KHUSUS BAGI WANITA SAAT MEMASUKI MESJID
- Tidak memakai wangi-wangian atau berhias sehingga bisa mengundang fitnah.
- Tidak diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid dan nifas untuk tinggal di mesjid, dan boleh bagi wanita yang istihadhah untuk memasuki mesjid bahkan beri’tikaf padanya, namun harus tetap menjaga agar mesjid tidak tercemar dengan najis.
- Mereka bershaf di belakang shaf jama’ah pria, dan apabila para wanita berada di tempat shalat yang berbeda maka sebaik-baik shaf mereka adalah yang terdepan.
[Disalin dari آداب المسجد Penulis Majid bin Su’ud al-Usyan, Penerjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] QS. Al-Jin: 18.
[2] Fathl Bari, Ibnu Rajab (2/261). Hal ini menunjukkan bolehnya menisbatkan masjid kepada orang yang membangun dan memakmurkannya.
[3] HR. Bukhari no: 855.
[4] HR. Bukahri no: 615. Muslim no: 437
[5] HR. Bukhari no: 635 dan Muslim no: 437.
[6] HR. Muslim no: 763.
[7] HR. Bukhari no: 444. Muslim no: 714.
[8] HR. Bukhari no:176, Muslim no: 649.
[9] HR. Al-Hakim dalam kitab AL-Mustadrok 4/359 dan Al-Dzahabi berkata dalam kitab Al-Talkhish: Shahih. Dihasankan oleh Albani.
[10] Al-Adabus Syar’iyah 3/376.
[11] Fatawa lajnah daimah lil buhutsil ilmiyah wal ifta’ no: 5795.
[12] HR. Bukhari no: 442.
[13] Fatawa lajnah daimah lil buhutsil ilmiyah wal ifta’ no: 5795
[14] HR. Bukahri.
[15] HR. Turmudzi no: 1321, dia berkata hadits ini hasan garib.
[16] HR. Muslim no: 568.
[17] HR. Abu Dawud no: 526, dan Albani mengatakan: Shahih.
[18] HR. Ibnu Majah no 2300, Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[19] HR. Bukhari no: 3212.
[20] HR. Bukahri no: 455, disebutkan di dalam kitab Syarhul Muslim: Dibolehkan bermain dengan menggunakan senjata atau peralatan perang lainnya di dalam mesjid, termasuk semua perlatan yang bisa dimanfaatkan untuk berjihad
[21] HR. Muslim no:655.
[22] Dihasankan oleh Albani dalam kitab sisilatus shahihah 3/135.
[23] Shahih Abu Dawud no: 475
[24] Bisa jadi bagian ini tidak ada hubungannya dengan bab tentang adab di dalam mesjid namun saya menyebutkannya agar seseorang mengambil manfaat dariya dalamhal yang berhungan dengan mesjid.
[25] Dan orang yang pertama kali memberikan unsur emas bagi ka’bah dan menghiasi mesjid adalah Al-Walid bin Abdul Malik saat ia diutus ke Khalid bin Adullah Al-Qusari dan ke Mekkah pada saat itu. (Al-Adabus Syar’iyah 3/374)
[26] Dihasankan oleh Albani dalam kitab Al-Silsilah Al-Shahihah no: 1001.
[27] HR. Muslim no: 407.
[28] Muttafaq Alaihi.
[29] HR. Bukhari no: 386, Muslim no:255.
[30] HR. Abu Dawud no: 609.
[31] Sangat sulit bagi seseorang untuk memasuki mesjid dengan kedua sendalnya lalu shalat dengan keduanya pada zaman ini.
[32] HR. Abu Dawud no: 649.
[33] HR. Abu Dawud no: 646
[34] HR. Bukhari no: 415, Muslim no:552.
[35] Al-Adabus Syar’iyah 3/384.
[36] Fathul Bari, Ibnu Rajab 1/551.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/35715-adab-di-dalam-masjid.html